“Makan yuuk! Di warung soto yang ada di depan ruko itu..”
“Sayang, nanti malem kita ngebakso yuk di warung Mas Mino..”
“Eh, udah pernah nyobain sego pecel pincuk di jalan itu gak? Enak lhoo…”
Kalimat-kalimat itu dulu mungkin sering banget terdengar di antara temen-temen main atau temen kantor dan komunitas, tapi sepertinya jadi makin jarang aja terdengar. Bukan karena mereka gak lagi wisata kuliner atau saling ngasih review tempat baru, tapi lebih ke bergesernya selera makan. Seiring dengan derasnya invasi rumah makan atau resto-resto waralaba asing, makin banyak pula jenis makanan yang ditawarkan.
“Sayang, nanti malem kita ngebakso yuk di warung Mas Mino..”
“Eh, udah pernah nyobain sego pecel pincuk di jalan itu gak? Enak lhoo…”
Kalimat-kalimat itu dulu mungkin sering banget terdengar di antara temen-temen main atau temen kantor dan komunitas, tapi sepertinya jadi makin jarang aja terdengar. Bukan karena mereka gak lagi wisata kuliner atau saling ngasih review tempat baru, tapi lebih ke bergesernya selera makan. Seiring dengan derasnya invasi rumah makan atau resto-resto waralaba asing, makin banyak pula jenis makanan yang ditawarkan.
Kalau pada tahun 90an dulu, mungkin makanan dari luar yang menginvasi adalah fried chicken, alias ayam goreng berbumbu. Saat itu, resto waralaba marak membuka cabang-cabangnya di berbagai daerah. Kemudian yang menjadi hot stuff adalah produk pizza. Makanan (yang katanya) dari Italia ini pun sempat digemari dari anak-anak sampai orang dewasa. Produk donat adalah makanan yang juga sempat menjadi incaran para investor di industri makanan dan resto.